Yesaya 9:5 | Datanglah Ya Raja Damai!

Renungan Khotbah Tafsir Yesaya 9:5 Iman kita tidak berbicara tentang apa itu damai, melainkan siapa itu Damai
Yesaya 9:5

Datanglah Ya Raja Damai! — Syalom semua, Selamat Natal! Tema Natal kita tahun ini menarik ya, “Datanglah Ya Raja Damai!” Menarik karena saat ini bukan lagi masa Advent – masa penantian, tetapi ini harinya: Natal!

Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai. (Yesaya 9:5)

Sudah datang belum Raja Damainya itu? Sudah! Dua ribu tahun yang lalu sang Raja Damai itu telah datang ke dunia. Yang sekarang kita nantikan itu adalah kedatangan-Nya yang kedua kali ke dunia ini nanti, dan itu bukan lagi Natal (yang artinya: kelahiran).

Menjadi menarik sewaktu kita sadar bahwa raja damainya sudah datang ribuan tahun yang lalu, karya-Nya telah selesai: untuk melaksanakan penebusan dosa itu. Akan tetapi, kita nya sekarang ini sudah damai belum ya?

Nah, itu dia menariknya. Karena sering gak singkron, gak nyambung, gak sejalan. Raja Damainya sudah datang 2000 tahun yang lalu, tetapi masih ada banyak orang hari ini yang belum juga damai. Bapak, ibu, teman-teman muda ... sudah damai hari ini?

Apa itu Damai?

Mencari tahu kenapa ada banyak orang yang masih juga belum bisa damai, padahal raja damainya sudah datang dan sudah menunjukkan kasih-Nya yang besar itu bagi kita semua, saya teringat pada satu permainan yang sering kita lakukan di sekolah minggu: labirin. Itu lho yang gambar ada banyak jalan dan kita cari jalan dengan menyusurinya pake pensil sampai ke tempat tujuan.

Ah dari pada bingung ini saya ada contohnya:


Setiap kita berjalan menuju satu tujuan. Di sana nanti kita bayangkan semua hal yang baik. “Tuhan, ini lho perjuangan saya, saya mau menuju ke sana”. Akan tetapi, adakalanya justru langkah kaki kita membawa kita menuju pada ... jalan buntu! (kalau gak mau dibilang ‘salah jalan’, ‘mentok’).

Kita gak mau sebenarnya ‘ada di situ’, tetapi kenyataan kita sedang ada ‘di situ’. Dan itu membuat kita sama sekali tidak damai. “Tuhan, bukan ini yang saya bayangkan! Bukan ini tujuan saya. Bukan ada di jalan ini, bukan di sini. Lalu kenapa aku ada di sini? Ini jalan buntu!”

Saya sempat melihat definisi kata damai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, damai artinya aman, tenteram, tenang, gak ada kerusuhan, gak ada perang, gak ada permusuhan.


Berarti, logikanya kalau kita merasa tidak aman, tidak tenteram, tidak tenang, ada kerusuhan, ada perang, ada permusuhan ... karena semua situasi yang terjadi itu, maka logikanya kita gak akan bisa damai. Benar kan ...

Siapa itu Damai?

Di sinilah letak perbedaannya dengan iman kita.

Iman kita berbicara tentang kedamaian yang bukan hanya sekedar situasi aman dulu baru bisa merasa damai, atau harus tenteram dulu, harus tenang dulu baru bisa damai. Iman kita tidak berbicara tentang itu.

Iman kita berbicara tentang “SIAPA itu damai?”, iman kita tidak sekedar hanya berbicara tentang “APA itu damai?” Bagi iman kita, kedamaian adalah pengenalan akan “SIAPA dia?”, sang Raja Damai itu.

Saya suka sekali cerita tentang ini,

Di sebuah kerajaan diadakanlah sebuah sayembara membuat lukisan yang menggambarkan arti kedamaian itu. Tiga lukisan sekarang ada di hadapan sang Raja untuk dipilih satu saja pemenangnya.

Lukisan pertama tentang pantai dan laut birunya yang tentang, lukisan ke dua tentang pegunungan dengan hijau teduhnya itu, lukisan yang ketiga tentang air terjun yang deras sekali dengan riak air yang keras.

Semua orang bingung sewaktu sang raja menentukan bahwa pemenangnya adalah lukisan yang ketiga. Kenapa bisa begitu? Sang raja pun berkata, “Apakah kamu tidak melihat bahwa di dekat air terjun yang deras itu ada satu keluarga burung yang bersarang di atas pohon dekat air terjun itu dan mereka tampak tenang sekali walaupun di samping mereka itu air terjun tampaknya tak bersahabat. Itu lah arti kedamaian yang sejati.”

Kedamaian yang sesungguhnya, bukankah itu yang selalu orang cari-cari di dunia ini? Mungkin itulah sebabnya tema Natal kita tahun ini tetap berseru, “Datanglah Ya Raja Damai!”

Yesus emang sudah datang ke dunia ini 2000 tahun yang lalu dan membawa damai yang sejati itu, tetapi kenapa ada banyak orang yang sampai hari ini masih belum juga bisa merasakan damai yang sejati itu?

Karena banyak orang hanya membiarkan Yesus datang dan lahir ke dunia ini cuma di kandang. “Gak ada tempat” di dalam dirinya, hatinya.

Padahal Yesus datang ke dunia ini bukan cuma mau ada di kandang itu, Dia lahir di kandang itu supaya kita tidak ragu untuk datang menemukan-Nya sehingga Dia bisa lahir juga dan berkarya di hati kita.

Masih adakah tempat di hati kita sekarang ini atau sudah terlalu sumpek karena 'jalan buntu'? Berikan kesempatan Yesus untuk lahir juga di hati kita mulai hari ini, sehingga Dia bisa membawa damai yang sejati itu ke dalam kehidupan kita.

Damai tidaklah berarti berada di suatu tempat yang tanpa keributan, kesukaran, atau kerja-keras. Kedamaian justru berarti berada di tengah-tengah semua itu, namun hatimu memiliki ketenangan. Itulah makna kedamaian sejati. (Chaterine Marshall)

You may like these posts

  1. To insert a code use <i rel="pre">code_here</i>
  2. To insert a quote use <b rel="quote">your_qoute</b>
  3. To insert a picture use <i rel="image">url_image_here</i>