Kejadian 50:15-21 | Aku Mengampuni Kamu

Renungan Khotbah Tafsir Kejadian 50:15-21 Allah mengampuninya, mengapa kita tidak mengampuni yang diampuni oleh Allah?
Kejadian 50:15-21

Aku Mengampuni Kamu — Pasti kita semua mengenal lagu ini: Sungguh alangkah baiknya, sungguh alangkah indahnya Bila saudara semua, hidup rukun bersama. Sebuah lagu yang digubah dari Mazmur 133.

Dari lagu tadi, ada satu semangat yang hendak dimunculkan oleh sang Pemazmur. Semangat untuk membina kehidupan bersama di dalam keluarga, di dalam masyarakat atau pun dalam hal lainnya. Sebagai saudara berdamai satu dengan yang lain. Makanya dikatakan di sana "sungguh alangkah baiknya dan alangkah indahnya." Betapa bahagianya hidup kita ini jika kita semua hidup rukun bersama.

Semangat itulah yang Yusuf ingin tunjukkan bagi kita semua dalam pembacaan Alkitab kita hari ini, Kejadian 50:15-21.
Kejadian 50:15-21
Yusuf menghiburkan hati saudara-saudaranya
50:15 Ketika saudara-saudara Yusuf melihat, bahwa ayah mereka telah mati, berkatalah mereka: "Boleh jadi Yusuf akan mendendam kita dan membalaskan sepenuhnya kepada kita segala kejahatan yang telah kita lakukan kepadanya."
50:16 Sebab itu mereka menyuruh menyampaikan pesan ini kepada Yusuf: "Sebelum ayahmu mati, ia telah berpesan:
50:17 Beginilah harus kamu katakan kepada Yusuf: Ampunilah kiranya kesalahan saudara-saudaramu dan dosa mereka, sebab mereka telah berbuat jahat kepadamu. Maka sekarang, ampunilah kiranya kesalahan yang dibuat hamba-hamba Allah ayahmu." Lalu menangislah Yusuf, ketika orang berkata demikian kepadanya.
50:18 Juga saudara-saudaranya datang sendiri dan sujud di depannya serta berkata: "Kami datang untuk menjadi budakmu."
50:19 Tetapi Yusuf berkata kepada mereka: "Janganlah takut, sebab aku inikah pengganti Allah?
50:20 Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.
50:21 Jadi janganlah takut, aku akan menanggung makanmu dan makan anak-anakmu juga." Demikianlah ia menghiburkan mereka dan menenangkan hati mereka dengan perkataannya.
Saya kira kita semua tahu bagaimana jalan hidupnya saudara kita yang bernama Yusuf ini: "Mulai dari Yusuf dibenci oleh saudara-saudaranya. Kemudian ia mau dibunuh, tapi gak jadi karena akhirnya Yusuf cuma dijual ke pedagang yang mau ke Mesir.

Sudah di Mesir, sudah enak punya karier mantab jadi orang kepercayaannya Potifar, eh kok ya malah dituduh godain istrinya Potifar. Masuk penjara, sampai akhirnya Yusuf bisa menjadi orang kepercayaan Firaun seperti sekarang ini.

Jadi kita bisa melihat sendiri dari kisah hidup Yusuf bahwa betapa berliku dan berkelak-kelok jalan hidupnya itu. Bolehlah kalau kita mau bilang bahwa Yusuf sudah merasakan apa itu namanya asam manisnya kehidupan ini.

Pergumulan Terakhir

Dalam perikop kita hari ini, kalau mau pake bahasa sinetron, perikop kita ini sudah mendekati ending ceritanya – Ini episode terakhirnya. Tetapi ternyata masih ada satu permasalahan lagu yang muncul sebelum kisah Yusuf ini berakhir.

Saudara-saudara Yusuf ini, ternyata mereka masih berpikir bahwa Yusuf punya dendam atas semua tindakan jahat mereka di masa lalu itu. Saudara-saudara Yusuf berpikir bahwa, "Jangan-jangan Yusuf mau menerima kita dengan baik di Mesir sini, itu karena ayah masih hidup. Nah sekarang kan ayah sudah gak ada lagi, bagaimana nasib kita nih sekarang?" (bnd. Kejadian 50:15)

Saudara-saudara Yusuf kuatir. Kekuatiran mereka bukan tanpa alasan sepele. Sebab setelah ayah meninggal, sekarang Yusuf punya kesempatan besar untuk membalaskan semua dendam kepada saudara-saudaranya yang jahat itu. Yusuf punya pilihan untuk membalas, balik berbuat jahat sama mereka.

Kalau Yusuf mau, itu semua mereka bisa kok dijadiin budak yang bisa dia injek-injek tiap hari. Bisa. Itu masih mendingan dijadiin budak, lah kalau Yusuf memerintahkan supaya saudara-saudaranya itu ditangkap dan kemudian dihukum mati, kenapa gak bisa? Yusuf yang berkuasa sekarang kok.

Akan tetapi di sinilah letak "keanehan" Yusuf, sebab Yusuf memilih sebuah pilihan yang tidak populer, yaitu mengampuni dan memaafkan semua kesalahan saudara-saudaranya itu.

Apa yang bisa kita renungkan bersama-sama melalui perikop kita hari ini? Saya mau mengajak kita untuk merenungkan dua hal.

Rukun Keluarga

Yang pertama, kalau tadi saya bilang pilihan Yusuf untuk memilih sebuah pilihan yang tak populer itu aneh, sebenarnya sih gak terlalu aneh juga. Kenapa? Karena di saat itu Yusuf, bila mau dikaitkan dengan lagu yang tadi kita nyanyikan bersama itu menyadari betul jiwa dari nyanyian tadi.

Pentingnya hidup di dalam kasih persaudaraan yang rukun di mana kita dituntut untuk bisa saling mengasihi satu dengan yang lainnya dengan sepenuh hati.

Pertanyaannya sekarang yang mau kita jawab dan renungkan bersama adalah mengapa hidup di dalam kasih persaudaraan yang rukun itu menjadi penting buat kita sekarang, di dalam persekutuan jemaat Tuhan di sini? Mengapa itu menjadi penting?

Bapak ibu, sekarang pandanglah sejenak, lihatlah siapa yang ada di samping kanan kira, depan belakang, siapa yang duduk di pojok sana. Siapakah mereka? Suami, istri, anak? Saudara. Torang samua basudara.

Kita ada bersama-sama dengan saudara kita di sini bukan hanya untuk hari ini saja. Bukan pula sebatas beberapa tahun masa pelayanan kita jadi Majelis, misalnya, atau komisi pelayanan.

Sebab yang menjadi rekan sekerja kita dalam pelayanan di ladang Tuhan itu ya siapa lagi kalau bukan 4L? Lu Lagi Lu Lagi. Dia-dia juga – ketemu di gereja ya dia, di kebaktian keluarga atau kategorial ya dia lagi, di rumah juga masih dia. 4L dah: Lu Lagi Lu Lagi dah.

Jadi kalau bukan mau dimulai dari sekarang, kita mulai untuk hidup rukun dalam kasih persaudaraan itu, mau mulai sejak kapan lagi? Nunggu tua dulu, nunggu jadi kakek nenek dulu baru mau mulai hidup rukun? Kan tidak.

Pada waktu Yusuf mengatakan, "Janganlah takut, sebab aku inikah pengganti Allah?" Siapa sih di antara kita di sini manusia yang sempurna? Gak ada kan. Masing-masing kita pasti pernah melakukan kesalahan dalam hidup kita terhadap saudara kita yang lain.

Ada sebuah falsafah cina yang berbicara mengenai ketidaksempurnaan setiap manusia itu … dan kemudian di tuangkan dalam simbol gambar ini.

yin yang

Yin dan Yang.

Lingkaran itu sebenarnya mau menyimbolkan dua sisi kehidupan manusia. Setiap kita adalah pribadi yang tidak sempurna. Sehitam-hitamnya salah satu sisi lingkaran itu, ada juga titik putihnya. Begitu juga sebaliknya, seputih-putihnya salah satu sisi lingkaran itu, ada juga kok titik hitamnya.

Di dalam diri kita itu, seburuk-buruknya penilaian kita terhadap orang lain, pasti ada nilai-nilai baik yang dimiliki dalam diri orang itu. Begitu juga sebaliknya, sebaik-baiknya seseorang, kalau mau dikorek-korek, diungkit-ungkit, atau dicari-cari mah pasti ketemu kok sesuatu yang tidak baik dalam diri mereka itu.

Jika Allah yang Mahasempurna itu mau dan berkenan untuk mengasihi kita manusia yang tidak sempurna ini, kenapa kita gak bisa belajar untuk mengampuni dan juga mengasihi saudara-saudara kita yang mungkin pernah berbuat salah pada kita itu?

Allah mengampuninya, mengapa kita tidak mengampuni yang diampuni oleh Allah?

Rancangan Terbaik

Hal yang kedua yang ingin kita renungkan bersama hari ini adalah ternyata di balik semangat Yusuf untuk bisa mengasihi dan mengampuni kesalahan dan kejahatan saudara-saudaranya itu, Yusuf punya semangat yang lain, yang menjadi dasarnya juga untuk mengambil pilihan yang tidak populer itu.

Ketika Yusuf mengatakan kepada saudara-saudaranya, "Memang kamu telah merencanakan sesuatu yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, bagi kita semua seperti yang bisa kita lihat hari ini" (bnd. Kejadian 50:20).

Yusuf punya semangat untuk mau melihat dan meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya itu ada dalam genggaman rencana Allah yang indah pada waktunya.

Namun tidak bisa kita pungkiri, perkara mampu melihat dan meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita itu adalah berada dalam genggaman rencana Allah yang indah dan yang terbaik; Itu sungguh bukan perkara yang mudah.

Kalau kita sekarang hidupnya lagi senang gembira penuh sukacita sih, pasti akan mudah kita berkata Allah itu baik, rancangannya memang indah. Tapi jika saat ini hidup lagi susah, menderita, lagi mengalami pergumulan? Gimana? Sulit rasanya untuk mencapai titik percaya bahwa ada karya dan maksud baik dari Allah di balik semua yang terjadi hari ini.

Karena sulitnya kita dalam memahami rencana Allah yang indah di saat hidup kita ini susah-menderita-penuh pergumulan itulah maka sikap yang sering dimunculkan adlaah sikap ragu – kuatir akan kehidupan kita.

Kemarin saya baca satu buah buku di perpustakaan kita, di buku itu dikatakan bahwa, kata kuatir itu berasal dari bahasa yunani, merimnao: merizo + nous, yang arti harafiahnya adalah membagi pikiran.

Banyak orang yang seringkali membagi pikirannya. Satu ke arah pikiran yang berusaha untuk tetap yakin, tetapi satu pikiran lagi mulai berpikir yang bukan-bukan. Karena kita gak ngerti dengan apa yang sedang Tuhan rencanakan buat hidup kita.

Ketika harapan-harapan, doa dan permohonan, sepertinya belum dijawab-jawab sama Tuhan. Terutama ketika kita menghadapi berbagai pergumulan berat, ketika janji Tuhan yang manis, memberikan kedamaian dan kebahagiaan itu justru kita rasakan, "Kok berat banget ya Tuhan rasanya menjalani hidup bersama dengan-Mu itu."

Kemudian mulai muncul pikiran yang bercabang itu. "Mana nih katanya Tuhan itu sayang sama aku, perhatian. Tapi kok hidup menderita begini? Jangan-jangan Tuhan gak sayang. Jangan-jangan Tuhan meninggalkanku. Jangan-jangan ..."

Ada banyak orang yang seperti itu, tapi marilah kita bertanya hingga jauh kedalam lubuk hati kita yang terdalam, apakah memang benar Tuhan tidak menepati janji-Nya? Apakah memang benar Tuhan tidak peduli kepada kehidupan kita?

Tuhan peduli. Tuhan sayang. Tuhan tidak melupakan segala sesuatu yang telah terjadi dalam kehidupan kita kemarin. Dan Tuhan terus mengarahkan kehidupan kita hingga kita menemukan apa arti dan maksud Tuhan ketika mengizinkan semua itu terjadi dalam kehidupan kita.

Pengalaman Yusuf telah membuktikan kepada kita tentang hal itu. Bahwa meskipun berliku, berkelok, jalan yang terjal, berbatu. Kerikil menyakiti perjalanan panjang kehidupan kita, Tuhan terus menjagai Yusuf. Hingga akhirnya Yusuf menjadi seperti sekarang yang kita baca ini.

Terpikirkah oleh kita bila Yusuf tidak mengalami semua penderitaannya dahulu itu, mungkin jalan hidup Yusuf akan sama sekali lain dari apa yang kita baca di dalam Alkitab hari ini?

Pada akhirnya, toh kita harus mencari jalan, bagaimana supaya kita ini bisa yakin sungguh, seperti Yusuf, bahwa Allah sedang merencanakan sesuatu yang terbaik dan terindah dalam kehidupan kita, justru di saat kita merasakan beratnya pergumulan hidup kita hari ini.

Caranya tidak sulit. Melakukan cara yang tidak sulit itu yang sulit.

Membuang segala keraguan kita akan rencana Tuhan yang baik itu. Tetap berpikir yang baik tentang Dia dan ketika terjadi sesuatu yang kita anggap buruk dalam kehidupan kita, mari kita berusaha untuk melihat peristiwa itu dari sisi yang berbeda.

Kita harus mengubah sudut pandang kita, cara berpikir kita. Pernah membayangkan Tuhan sebagai seorang penjahit dan kita adalah sulaman-sulaman-Nya?

Kalau kita melihat sulaman itu dari bawah, tampak acak-acakan sekali. Karena memang bukan itu yang mau Tuhan tunjukkan bagi kita di masa depan. Pandanglah dari atas, seperti Tuhan memandang sulaman indah yang sedang Dia siapkan bagi masa depan yang terbaik dan terindah itu.

Mengampuni artinya melupakan suatu kesalahan dan memperlakukan orang yang bersalah kepada Anda sebagai tidak bersalah. (Zig Ziglar, Something Else to Smile About, 160)

You may like these posts

  1. To insert a code use <i rel="pre">code_here</i>
  2. To insert a quote use <b rel="quote">your_qoute</b>
  3. To insert a picture use <i rel="image">url_image_here</i>