Lukas 18:1-8 | Pejuang Tangguh
Renungan Khotbah Tafsir Lukas 18:1-8 Awalnya saya kira, ibu janda yang ada dalam teks Alkitab hari ini menggambarkan kita. Ternyata saya salah.


Pejuang Tangguh — Syalom bapa ibu semuanya. Mengawali renungan kita hari ini, ada gambar yang saya mau tunjukkan:
Perjuangan Tak Kunjung Hasil
Aksi KamisanAksi Kamisan adalah orang-orang yang berkumpul di depan istana negara setiap Kamis sore. Berpakaian hitam-hitam, bawa payung hitam dan menggelar aksi protes damai agar pemerintah menuntaskan dan tidak melupakan keberadaan kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Sampai hari ini, setelah 800-an lebih hari Kamis telah berlalu selama 18 tahun, Aksi Kamisan menjadi simbol perjuangan melawan lupa dan menuntut keadilan yang tak kunjung datang.
Lukas 18:1-8 (TB 1)
Perumpamaan tentang hakim yang tidak adil
18:1 Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu.
18:2 Kata-Nya: "Dalam sebuah kota ada seorang hakim yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorangpun.
18:3 Dan di kota itu ada seorang janda yang selalu datang kepada hakim itu dan berkata: Belalah hakku terhadap lawanku.
18:4 Beberapa waktu lamanya hakim itu menolak. Tetapi kemudian ia berkata dalam hatinya: Walaupun aku tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorangpun,
18:5 namun karena janda ini menyusahkan aku, baiklah aku membenarkan dia, supaya jangan terus saja ia datang dan akhirnya menyerang aku."
18:6 Kata Tuhan: "Camkanlah apa yang dikatakan hakim yang lalim itu!
18:7 Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?
18:8 Aku berkata kepadamu: Ia akan segera membenarkan mereka. Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?"
18:1 Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu.
18:2 Kata-Nya: "Dalam sebuah kota ada seorang hakim yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorangpun.
18:3 Dan di kota itu ada seorang janda yang selalu datang kepada hakim itu dan berkata: Belalah hakku terhadap lawanku.
18:4 Beberapa waktu lamanya hakim itu menolak. Tetapi kemudian ia berkata dalam hatinya: Walaupun aku tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorangpun,
18:5 namun karena janda ini menyusahkan aku, baiklah aku membenarkan dia, supaya jangan terus saja ia datang dan akhirnya menyerang aku."
18:6 Kata Tuhan: "Camkanlah apa yang dikatakan hakim yang lalim itu!
18:7 Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?
18:8 Aku berkata kepadamu: Ia akan segera membenarkan mereka. Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?"
Ibu Janda, Hakim Lalim dan Hakim Israel yang Seharusnya
Dalam pembacaan Alkitab kita hari ini, kita bertemu dengan seorang ibu yang secara eksplisit ibu ini disebut sebagai seorang janda, yang berjuang menuntut keadilan kepada seorang hakim dan mendapatkan pengabaian dalam waktu yang cukup lama (ayat 4a). Bukan tanpa alasan Yesus menempatkan seorang janda dan hakim yang lalim dalam perumpamaan yang kita baca saat ini.Karena kondisi yang diceritakan dalam ayat-ayat awal sama sekali bertentangan dengan apa yang justru seharusnya dilakukan oleh hakim atau para pemimpin di Israel kepada seorang ibu janda.
Contohnya, Keluaran 22:22
Seorang janda atau anak yatim jangan kamu tindas.
Jadi, sewaktu Yesus memperhadapkan seorang janda dengan hakim yang tidak berkesesuaian dengan hukum di Perjanjian Lama, kita menjadi tahu bahwa perjuangan ibu ini sangat berat dalam berhadapan dengan hakim yang tidak takut Allah dan tidak hormat kepada siapapun.
Boleh lihat ayat 4-5.
Bahkan seorang hakim yang lalim sekalipun dengan perjuangan terus-menerus ibu janda tadi, akhirnya luluh juga.
Ayat 5, ini menarik. Ada kalimat,
"... supaya jangan terus saja ia datang dan akhirnya melelahkan aku." (TB 2)
Dalam bahasa Yunani, kata terjemahan: melelahkan, ini datang dari kata: hipopiaze, yang arti harafiahnya adalah "memberikan luka pada mata - lebam (bnd. 1 Kor. 9:26-27)
Kegigihan ibu janda tadi untuk terus menerus datang sehingga digambarkan "membuat muka si hakim menjadi lebam", akhirnya membuat hakim lalim ini tergerak juga.
Hakim Lalim, Hakim Israel yang Seharusnya dan Allah
Kisah lanjutannya menjadi sangat kuat karena Yesus langsung membenturkan sikap hakim yang lalim ini dengan Allah.Sederhananya, Yesus mau bilang,
"Itu lho dilihat, hakim yang lalim saja akhirnya luluh dengan perjuangan ibu janda yang gigih dan percaya, apalagi Allah yang Maha Adil dan Maha Baik? Pasti Allah akan menunjukkan pertolongan-Nya kepada siapapun yang berseru kepada-Nya.
Apakah Ia akan mendapati iman di bumi?
Kisahnya belum selesai.Di penghujung perikop, ayat 8, Yesus membandingkan kembali.
Kali ini antara ibu janda yang gigih iman teguh dibandingkan dengan para pendengar perumpamaan Yesus ini saat Yesus menyampaikan saat itu (dan termasuk kepada kita juga yang membaca perumpamaan Yesus ini).
Sederhananya begini,
Lihatlah ibu janda yang gigih berjuang dengan iman yang kuat itu, apakah nanti saat Yesus datang kembali, Yesus akan mendapati iman yang kuat seperti ibu janda tadi?
Atau malah iman mereka menjadi luntur karena berbagai persoalan, penundaan, pengabaian dan penderitaan yang di alami oleh orang-orang percaya?
Pejuang Tangguh
Boleh tanya?
Menurut bapa dan ibu, apakah bapa dan ibu berpadanan dengan sikap iman dan daya juang ibu janda tadi dalam menghadapi penolakan, pengabaian, pergumulan bahkan penderitaan sekalipun?
Jawabannya kan cuma dua kemungkinan ya.
Pertama, kita menjawab: Iya, saya sekuat ibu janda tadi dalam menghadapi pergumulan, penolakan, pengabaian bahkan penderitaan sekalipun dan percaya tepat pada waktu-Nya, Tuhan akan menjawab dan memberikan yang terbaik selalu.
Kalau memang bapa dan ibu menjawab seperti itu, maka bersyukurlah. Karena bapa dan ibu telah memiliki pengalaman iman dalam hidup berjuang bersama-sama dengan Tuhan.
Mari jadikan pengalaman iman - kesaksian iman kita itu sebagai berkat yang bukan hanya memberkati hidup kita sendirian, tetapi jadikanlah kesaksian iman - pengalaman iman itu sebagai berkat Tuhan yang memberkati juga orang-orang yang ada di sekitar kita.
Jangan cuma dikekepin disimpan sendirian. Ceritakanlah, bersaksilah.
Hadirlah untuk menguatkan orang yang lain karena kesaksian iman - pengalaman iman pribadi kita akan sangat berharga untuk menguatkan kehidupan kebersamaan kita juga.
Nah, tinggal satu kemungkinan jawaban lagi,
Kedua, sewaktu kita ditanya: Apakah bapa dan ibu berpadanan dengan sikap iman dan daya juang ibu janda tadi dalam emnghadapi penolakan, pengabaian, pergumulan bahkan penderitaan sekalipun?
Lalu kita jawab: Tidak berpadanan.
Karena nyatanya kita ini sangat rapuh saat berhadapan hal-hal yang berat di hidup kita ini.
Dan lebih repot lagi adalah, sudah kena hantaman keras dan terjatuh, ini orang gak pernah datang dalam kebersamaan sebagai orang percaya.
Dari mana dia mau mendapatkan kekuatan untuk bangkit?
Secara pribadi, dia terpuruk.
Secara persekutuan, dia absen (gak hadir)
Saat kondisi itu terjadi, ambruk semuanya ... Maka kita sadar bahwa kita akan selalu bisa berada dalam posisi yang tidak berpadanan dengan ibu janda yang gigih berjuang tadi.
Tepat di saat itu juga kita menyadari, bahwa justru Tuhanlah sendiri yang menjadi seperti ibu janda tadi sebagai Pejuang Tangguh yang tidak akan pernah menyerah dalam memperjuangkan hidup kita.
Kita mengira bahwa ibu janda yang berjuang dalam perikop kita hari ini adalah gambaran tentang kita.
Tapi ternyata, kita salah.
Justru Tuhanlah yang menjadi seperti ibu janda di perikop kita yang tak kenal lelah berjuang untuk kita.
Jika Anda sedang mengalami penderitaan sekarang, jangan bertanya, “Mengapa aku?” Tetapi bertanyalah, “Apa yang Engkau ingin agar aku pelajari?” Kemudian percayailah Allah dan tetap melakukan apa yang benar. Jangan menyerah, bertumbuhlah! (Rick Warren, The Purpose Driven Life, 220)